A. Pengertian
Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh manusia untuk mengembangkan potensi manusia lain atau memindahkan nilai-nilai yang dimilikinya kepada orang lain dalam masyarakat. Proses pemindahan nilai itu dapat dilakukan dengan berbagai cara, di antaranya adalah, pertama, melalui pengajaran, yaitu proses pemindahan nilai berupa (ilmu) pengetahuan dari seorang guru kepada murid atau murid-muridnya dari suatu generasi ke generasi berikutnya. Kedua, melalui pelatihan yang dilaksanakan dengan jalan membiasakan seseorang melakukan pekerjaan tertentu untuk memperoleh keterampilan mengerjakan pekerjaan tersebut. Ketiga, melalui indoktrinasi yang diselenggarakan agar orang meniru atau mengikuti saja apa yang diajarkan orang lain tanpa mengizinkan si penerima tersebut mempertanyakan nilai-nilai yang diajarkan atau yang dipindahkan itu.
Ketiga proses pendidikan itu terdapat dan sering berjalan bersamaan dalam masyarakat manusia di dunia ini, baik dalam masyarakat primitif maupun modern. Dan kalau dikaji dengan seksama ternyata bahwa dipindahkan itu pada umumnya adalah unsur-unsur nilai budaya yang berisi: (1) akhlak atau etika, (2) keindahan atau estitika, (3) ilmu, dan (4) teknologi.
Pemindahan keempat unsur budaya manusa itu selalu terjadi dalam sejarah umat manusia. Yang berbeda hanyalah penekanannya. Pada saat ketika, dalam masyarakat tertentu, yang ditekankan mungkin akhlak dan keindahan, pada masa yang lain, dalam masyarakat yang lain pula, yang dikedepankan atau yang diutamakan adalah ilmu dan teknologi seperti pada zaman kita sekarang ini (Hasan Langgulung, 1979:3-4).
Dalam sistem pendidikan Islam, selain keempat nilai budaya manusia tersebut, nilai-nilai yang dipindahkan adalah juga nilai yang berasal dari Tuhan, yaitu wahyu atau agama, yang oleh Konferensi Pendidikan Islam sedunia tahun1977 di Mekah dirumuskan dengan ilmu abadi.
Pendidikan yang diselenggarakan oleh umat manusia selalu disandarkan pada pandangan hidup atau falsafah yang dianut oleh masyarakat manusia bersangkutan, karena setiap masyarakat mempunyai falasafah dan pandangan hidupnya sendiri. Pandangan hidup masyarakat itulah yang memberi arah ke mana pendidikan akan menuju dan bagaimana cara memindahkan nilai-nilai tersebut. Pandangan hidup pulalah yang menentukan tujuan pendidikan suatu masyarakat.
Dalam masyarakat sekuler yang berasakan paham sekularisme, baik sekularisme pragmatis (sekularisme jinak) seperti yang terdapat di Amerika dan Eropa, maupun sekularisme athies marxis (sekularisme ganas) seperti di Uni Soviet dan di negara satelitnya (dulu) terpatri pandangan bahwa kebahagiaan manusia dapat dicapai dengan hanya memperbaiki keadaan ekomoni atau mencukupi kebutuhan materi yang diperlukan oleh manusia saja.
Oleh karena itu, kemampuan manusia yang hendak dikembangkan melalui pendidikan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan kebendaan belaka. Tujuan pendidikannya pun, karenanya bersifat kebendaan atau materialistis.
B. Falsafah dan Tujuan Pendidikan Islam
Tujuan pendidikan sekuler seperti disebutkan di atas memang sesuai dengan falsafah hidup yang mereka anut, tetapi belum tentu sesuai dengan falsafah hidup muslim yang menjadi landasan falsafah pendidikan Islam. Falsafah Pendidikan Islam adalah pandangan manusia muslim tentang proses pemindahan nilai dan usaha pengembangan bakat dan kemauan manusia untuk dapat menentukan status, tugas, dan fungsinya di dunia ini dalam menjalankan hidupnya menuju ke akhirat (kelak).
Bertitik tolak dari pandangan ini, maka yang dimaksud dengan pendidikan Islam adalah proses penyampaian informasi dalam rangka pembentukan insane yang beriman dan bertakwa agar manusia menyadari kedudukan, tugas dan fungsinya di dunia ini dengan selalu memelihara hubungan dengan Allah, dirinya sendiri, masyarakat, dan alam sekitarnya serta bertanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa, manusia (termasuk dirinya sendiri) dan lingkungan hidupnya.
Tujuan pendidikan Islam harus sesuai dengan tujuan hidup dan diarahkan untuk mencapai tujuan hidup muslim yang terangkun dalam do’a yag selalu dibacanya setiap kali melakukan shalat, yang juga merupakan ikrar kepada Allah bahwa shalatnya, ibadahnya, hidup dan matinya semata-mata hanya bagi Allah Tuhan seru sekalian alam. Dengan demikian tujuan hidup seorang muslim secara vertical adalah keridhaan Allah dan secara horizontal adalah rahmat bagi alam semesta. Tujuan hidup muslim ini adalah juga tujuan pendidikan Islam yag dirumuskan kembali oleh empat ratus sarjana dan pemikir muslim yang datang dari berbagai penjuru dunia dalam Konferensi Pendidikan Islam sedunia di Mekkah (1977) sebagaimana disebutkan di atas.
Tujuan pendidkan Islam yang selaras dengan tujuan hidup muslim, seperti dikemukakan tadi, memungkinkan manusia muslim memahami kedudukannya sebagai hamba Allah, melaksanakan tugas hidupnya untuk beribadah semata-mata kepada Allah, yakni mengabdi, melaksanakan pengabdiannya hanya kepada Allah saja, baik dalam arti khusus, maupun luas.
Tujuan pendidikan Islam di atas, diharapkan juga dapat menumbuhkan dan mengembangkan dalam diri manusia empat rasa tanggung jawab, yaitu: (1) tanggung jawab kepada Allah, (2) tanggung jawab kepada hati nuraninya sendiri, (3) tanggung jawab kepada masyarakat, dan (4) tanggung jawab memelihara semua yang terdapat di langit dan di bumi serta apa yang ada di antaranya sebagai anugerah Tuhan kepada manusia, termasuk harta yang dimilikinya untuk kemanfaatan manusia dan alam lingkungan hidupnya.
C. Ciri Khas Sistem Pendidikan Islam
Metodologi Islam dalam melakukan pendidikan adalah dengan melakukan pendekatan yang menyeluruh terhadap wujud manusia, sehingga tidak ada yang tertinggal dan terabaikan sedikitpun, baik segi jasmani maupun segi rohani, baik kehidupannya secara fisk maupun kehidupannya secara mental dan segala kegiatannya di bumi.
Islam memandang manusia secara totalitas, mendekatinya atas dasar apa yang terdapat dalam dirinnya, atas dasar fitrah yang diberikan Allah kepadanya, tidak ada sedikitpun yang diabaikan dan tidak memaksakan apa pun selain apa yang dijadikan sesuai dengan fitrahnya.
Bila orang dapat melihat sarana-sarana yang dimiliki oleh Islam dalam melakukan pendidikan, maka ia akan kagum melihat kecermatan luar biasa yang dilakukan Islam dalam menangani eksistensi manusia. Kecermatannya dalam menggarap setiap unsure dengan tepat, bagaikan disiapkan begitu rupa sehingga sempurna dan tidak ada bandingannya.
Islam adalah agama fitrah, oleh karena itu tidak ada satu system pun yang bisa mendekato kodrat itu seperti dilakukan Islam atau menghasilkan sesuatu setelah dibinanya dan didudukkannya di tempat yang tepat sperti yang di hasilkan Islam.
Islam tidak hanya member konsumsi yang tepat kepada setiap segi manusa, tetapi juga member takaran bagia-bagian yang tepat, tidak lebih dan tidak kurang. Dengan demikian, setelah masing-masing meneriama bagiannya secara tepat dan takarannya yang tepat pula, manusia bekerja dengan rajin, produktif, dan gesit selama hayatnya.
D. Sistem Pendidikan di Indonesia
Pada awal berkembangnya agama Islam di Indonesia, pendidikan Islam dilaksanakan secara informal. Agama Islam datang ke Indonesia dibawa oleh para pedagang muslim. Sambil berdagang mereka menyiarkan agama Islam kepada orang-orang yang mengelilinginya yaitu mereka yang membeli barang-barang dagangannya. Begitulah setiap ada kesempatan mereka memberikan pendidikan dan ajaran Islam.
Didikan dan ajaran Islam mereka berikan dengan perbuatan, dengan contoh dan tiru teladan. Mereka berlaku sopan santun, ramah tamah, tulus ikhlas, amanah dan kepercayaan, pengasih dan pemurah, jujur dan adil, menepati janji serta menghormati adat istiadat anak negeri. Dengan demikian tertariklah penduduk negeri hendak memeluk agama Islam
Begitulah para pengajar agama Islam pada waktu itu melaksanakan penyiaran Islam kapan saja, dimana saja dan siapa saja setiap ada kesempatan, di pinggir kali sambil menunggu perahu yang akan mengangkut barang ke seberang, di perjamuan, di padang rumput, di pasar, di warung kopi dan sebagainya. Disitulah agama Islam diajarkan dan didikkan kepada mereka dengan cata yang mudah dan dengan demikian orang akan dengan mudah pula menerima dan melakukannya.
Proses ini berlanjut terus dan hubungan antara para penganjur agama dengan anak negeri semakin erat sehingga memungkinkan terbentuknya ukhuwah yang lebih mantap, dan dengan jalan perkawinan dapatlah menurunkan generasi Islam yang mendatang.
Pendidikan dan pengajaran Islam secara formal ini ternyata membawa hasil yang sangat baik sekali dan bahkan menakjubkan, karena dengan berangsur-angsur tersiarlah agama Islam di seluruh kepulauan Indonesia, mulai Sabang sampai Maluku.
Adapun faktor-faktor mengapa agama Islam dapat tersebar dengan cepat di seluruh Indonesia pada waktu itu adalah sebagai berikut :
a. Agama Islam tidak sempit dan tidak berat melakukan aturan-aturannya, bahkan mudah dituruti oleh segala golongan umat manusia, bahkan untuk masuk Islam cukup dengan mengucapkan dua kalimat syahadat saja.
b. Sedikit tugas dan kewajiban dalam Islam.
c. Penyiaran Islam itu dilakukan dengan berangsur-angsur, sedikit demi sedikit.
d. Penyiaran Islam dilakukan dengan cara kebijaksanaan dan cara yang sebaik-baiknya.
e. Penyiaran Islam itu dilakukan dengan perkataan yang mudah dipahami umum, dapat dimengerti oleh golongan bawah sampai kegolongan atas dengan sabda Nabi Muhammad SAW yang maksudnya: berbicaralah kamu dengan manusia menurut kadar akal mereka.
Sistem pendidikan Islam informal ini, terutama yang berjalan dalam lingkungan keluargasudah di akui keampuhannya dalam menanam sendi-sendi agama dalam jiwa anak-anak. Anak-anak dididik dengan ajaran-ajaran agama sejak kecil dalam keluarganya. Mereka dibiasakan untuk melakukan perbuatan-perbuatan dengan didahului membaca basmallah. Mereka dilatih membaca Al-Qur’an, melakukan salat dengan berjama’ah, berpuasa di bula Ramadhan dan lain-lain.
Usaha-usaha pendidikanagama di masyarakat yang kelak dikenal dengan pendidikan non-fornal, ternyata mampu menyediakan kondisi yang sangat baik dalam menunjang keberhasilan pendidikan Islam dan memberi motivasi yang kuat bagi umat Islam untuk menyelenggarakan pendidikan agama yang lebih baik dan lebih sempurna.
Karena dengan cepatnya Islam tersebar di seluruh Indonesia dan karena mudahnya orang masuk Islam, maka banyak sekali orang tua yang tidak memiliki ilmu agama Islam yang cukup untuk mendidika anak-anak mereka. Justru itulah anak-anak mereka suruh pergi ke langgar atau surau untuk mengaji kepada seorang guru ngaji atau guru agama. Bahkan di masyarakat yang kuat agamanya ada suatu tradisi yang mewajibkan anak-anak yang sudah berumur 7 tahun meninggalkan rumah dan ibunya dan tinggal di surau atau langgar untuk mengaji pada guru agama.
Memang, dalam bentuk yang permulaan, pendidikan agama Islam di surau atau langgar atau masjid masih sangat sederhana. Modal pokok yang mereka miliki hanya semangat menyiarkan agama bagi yang telah mempunyai ilmu agama dan semangat menuntut ilmu bagi anak-anak. Yang penting bagi guru agama ialah dapat memberikan ilmunya kepada siapa saja, terutama pada anak-anak.
Di pusat-pusat pendidikan seperti ini, di surau, langgar, masjid atau bahkan di serambi rumah sang gur, berkumpul sejumlah murid, besar dan kecil, duduk di lantai, menghadapi sang guru, belajar mengaji. Waktu mengajar biasanya diberikan pada waktu petang atau malam hari, sebab pada waktu siangnya anak-anak membantu orang tuanya bekerja, sedangkan sang guru juga bekerja mencari nafkah keluarganya sendiri. Dengan demikian pelaksanaan pendidikan agama pada anak-anak ini tidak menggangu pekerjaan sehari-hari, baik bagi orangtua anak-anak maupun bagi sang guru agama. Itulah sebabnya, pelajaran agama dan latihan beragama itu mendapat dukungan dari orang tua dan guru malahan dari seluruh masyaral kampung atau desa itu.
Tempat-tempat pendidikan Islam seperti inilah yang menjadi embrio terbentuknya sistem pendidikan pondok pesantren dan pendidikan Islam yang formal yang berbentuk madrasah atau sekolah yang bersandar keagamaan.
Pondok pesantren ini tumbuh sebagai perwujudan dari strategi umat Islam untuk mempertahankan eksistensinya terhadap pengaruh penjajahan Barat dan akibat surau atau langgar atau masjid tempat diselenggarakannya pendidikan agama ini tidak lagi dapat menampung jumlah anak-anak yang ingin mengaji. Di samping itu juga didorong oleh keinginan untuk lebih mengingtensifkan pendidikan agama pada anak-anak. Maka sang guru dengan bantuan masyarakat memperluas bangunan disekitar surau, langgar atau masjid untuk tempat mengaji dan sekaligus sebagai asrama bagi anak-anak. Dengan begitu anak-anak tak perlu bolak-balik pulang ke rumah orangtua mereka. Anak-anak menetap tinggal bersama sang guru di tempat tersebut. Tempat mengaji seperti ini disebut Pondok Pesantren.
Sesuai dengan namanya, maka pondok berarti tempat menginap ( asrama ), dan pesantren berarti tempat para santri mengaji agama Islam. Jadi Pondok Pesantren adalah tempat murid-murid (disebut santri) mengaji agama Islam dan sekaligus di asramakan di tempat itu.
Murid-muridnya yang tinggal di pondok pesantren itu bermacam-macam sebagai satu keluarga di bawah pimpinan gurunya. Mereka belajar hidup sendiri, mencuci sendiri dan mengurus hal ikhwalnya sendiri. Bahan-bahan keperluan hidup seperti beras dan sebagainya mereka bawa dari kampung sendiri.
Sistem pindidikan pada pondok pesantren ini masih sama seperti sistem pendidikan di surau, langgar atau masjid, hanya lebih intensif dan dalam waktu yang lebih lama.
Di pondok pesantren, murid-murid, besar dan kecil duduk melingkar (halakah) mengelilingi sang guru. Mereka menerima pelajaran yang sama. Tiada dirancangkan sebuah kurikulum tertentu berdasarkan umur, lama belajar atau tingkat pengetahuan. Terserahlah kepada murid untuk memilih bidang pengetahuan apa yang akan mereka pelajari dan pada tingkat pelajaran mana mereka ingin memulai.
Seorang murid yang baru masuk di pondok pesantren, tidak secara langsung belajar pada sang gur di pondok pesantren itu, kecuali bila dia memang telah sanggup. Biasanya murid baru, belajar lebih dahulu pada asisten sang guru tersebut, yaitu seorang pelajar yang telah jauh kajiannya, yang disebut guru bantu atau badal. Bila murid telah dapat membaca dan dapat memahami ala kadarnya kitab, barulah dia menyertai kelompok yang langsung mengaji pada sang guru pesantren tersebut.
Usaha untuk menyelenggarakan pendidikan Islam menurut rencana yang teratur sebenarnya telah dimulai sejak tahun 1476 dengan berdirinya Bayangkara Islah di Bintara Demak yang ternyata merupakan organisasi pendidikan Islam yang pertama di Indonesia. Dalam rencana kerja dari Bayangkara Islah disebutkan antara lain:
a) Tanah Jawa-Madura dibagi atas beberapa bagian untuk lapangan pekerjaan bagi pendidikan dan pengajaran. Pimpinan pekerjaan di tiap-tiap bagin dikepalai oleh seorang wali dan seorang pembantu (badal)
b) Para wali dan para badal, selain harus pandai dalam ilmu agama, harus pula memelihara budi pekerti diri sendiri dan berakhlak mulia, supaya menjadi suri teladan bagi masyarakat sekelilingnya.
c) Supaya mudah dipahami dan diterima oleh masyarakat maka didikan dan ajaran Islam harus diberikan dengan melalui jalan kebudayaan yang hidup dalam masyarakat itu asal tidak menyalahi hukum syara’
d) Di Bintara harus segera didirikan sebuah masjid agung untuk menjadi sumber ilmu dan pusat kegiatan usaha pendidikan dan pengajaran Islam.
Sistem pendidikan agama Islam mengalami perubahan sejalan dengan perubahan zaman dan pergeseran kekuasaan di Indonesia. Sejalan dengan itu pemerintahan jajahan (bBelanda ) mulai mengenalkan sistem pendidikan formal yang lebih sistematis dan teratur yang mulai menarik kaum muslimin untuk memasukinya. Oleh karena itu sistem pendidikan Islam di surau, langgar atau masjid atau tempat lain yang semacamnya, di pandang sudah tidak memadai lagi dan perlu di perbaharui dan disempurnakan.
Realisasi dari keinginan-keinginan itu di perkuat adanya kenyataan bahwa penyelenggaraan pendidikan menurut sistem sekolah seperti sistem Barat akan memberi hasil yang lebih baik. Justru itulah mulai diadakan usaha-usaha untuk menyempurnakan sistem pendidikan Islam yang ada. Pendidikan Islam di surau, langgar, masjid atau tempat-tempat lainnya yang semacamnya disempurnakan menjadi madrasah pondok pesantren atau lembaga-lembaga pendidikan yang berdasarkan keagamaan.
Demikianlah sistem pendidikan formal, sekolah atau madrasah, mulai tersebar di mana-mana, bahkan di kalangan pondok pesantren sudah diterapkan pula sistem sekolah atau madrasah ini, di samping sistem pendidikan dan pengajaran pondok pesantren yang sudah ada.
Dalam perkembangannya sitem madrasah ini dibedakan menjadi dua macam yaitu madrasah yang khusus memberi pendidikan dan pengajaran agama disebut Madrasah Diniyah, dan madrasah di samping memberikan pendidikan dan pengajaran agama juga memberi pelajaran umum. Untuk tingkat dasar disebut Madrasah Ibtida’iyah, untuk tingkat menengah pertama disebut Madrasah Tsanawiyah dan untuk tingkat menengah atas disebut Madrasah Aliyah.
Sejalan dengan makin meningkatnya akan kebutuhan pendidikan dan pengajaran agama Islam, maka muncul pula lembaga-lembaga pendidikan formal yang berdasarkan keagamaan, di mana pendidikan agama merupakan program yang pokok, misalnya SMP Islam, SKP Islam, SPG Islam dan sebagainya.
Demikian pula setelah kita berhasil merebut kemerdekaan dan kita telah merdeka, pemerintah Indonesiapun sangat memperhatikan tumbuhnya pendidikan agama Islam. Dalam hal ini Pendidikan agama Islama dijadikan salah satu bidang studi yang diintregasikan dalam kurikulum sekolah. Dan pada waktu ini semua lembaga-lembaga pendidikan agama, baik formal, informal dan non formal berjalan dan berkembang terus, dan khusus mengenai pendidikan agama di sekolah, MPR menetapkan dalam GBHN bahwa pendidikan agama dimasukkan dalam kurikulum sekolah sejak dari sekolah dasar sampai Universitas.
Silahkan diklik!
No comments:
Post a Comment